Thursday 19 December 2013

YESUS ITU MANUSIA BIASA?

Pertanyaan

Pada waktu di salib Yesus berseru, "Eli, Eli lama sabakthani?" Artinya: "Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Mat 27:46). Bukankah seruan itu menunjukkan Yesus bukan Allah, sebab Ia sendiri memanggil Allah sebagai "Allah-Ku"?

Jawaban

Pertanyaan ini sering dilontarkan oleh mereka yang tidak seiman dengan kita. Yang menjadi dasar pertanyaan mereka bukan hanya Mat 27:46 yang kita kutip di atas melainkan juga ucapan Yesus kepada Maria Magdalena, "Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu" (Yoh 20:17)

Pertanyaan di atas hanya bisa dijawab kalau orang percaya bahwa Allah bisa menjadi seorang manusia seperti kita tanpa mengurangi sedikit pun keallahan-Nya. Sesungguhnya tiada hal yang mustahil bagi Allah. Inilah iman kristen yang utama: Anak Allah telah menjadi manusia, sama seperti kita dalam segala, kecuali dalam dosa (Ibr 4:15). Kita mengakui adanya dua kodrat dalam diri Yesus Kristus: kodrat Allah dan kodrat manusia yang dipersatukan oleh Pribadi Anak Allah. Dengan kata lain, kita, orang kristen, mengakui bahwa Yesus itu sungguh-sungguh Allah sekaligus sungguh-sungguh manusia. Dalam diri Yesus dari Nazaret yang miskin dan lemah, ada keallahan juga, meskipun untuk sementara waktu kemuliaan keallahan-Nya itu tersembunyi (bdk. Flp 2:6-8). Sejauh Yesus itu seorang manusia tulen seperti kita, Ia bisa merasa lapar dan haus seperti kita, bisa sedih dan menangis, bisa mati. Sejauh Dia itu manusia, Ia bisa berseru kepada Allah, "Allah-Ku, Allah-Ku mengapa Engkau meninggalkan Aku" (suatu doa yang dikutip dari Mazmur 22:2). Begitu juga, sesudah kebangkitan, sejauh Ia tetap seorang manusia, Ia bisa memanggil Allah itu sebagai "Allah-Ku".

Bahwa Yesus memiliki kodrat ganda, itu menjadi sangat jelas dalam Injil Yohanes. Di satu sisi, Injil Yohanes dengan gamblang menunjukkan keallahan Yesus Kristus. Dia itu Sang Sabda yang adalah Allah (1:1, "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah"). Pada Yoh 10:30 Yesus berkata, "Aku dan Bapa adalah satu. " Kemudian sebelum menderita, Yesus berdoa demikian kepada Bapa-Nya, "Segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku." Rasanya tidak ada cara yang lebih sempurna daripada ayat-ayat di atas yang dapat menunjukkan bahwa Yesus itu Allah. Namun di sisi lain, Injil Yohanes yang sama menunjukkan bahwa Yesus itu benar-benar seorang manusia seperti kita. Dalam Yoh 1:14 ada tertulis, "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita." Artinya, Allah telah menjadi manusia seperti kita. Ia bisa merasa lelah dan haus (Yoh 4:6) atau sedih dan menangis (Yoh 11:35). Semuanya ini adalah iman kristen yang percaya bahwa Yesus itu Allah yang menjadi manusia. Oleh karena itu, sekali lagi, sejauh Yesus itu seorang manusia juga, Ia bisa memanggil Allah di surga dengan sebutan "Allah-Ku".  

Wednesday 18 December 2013

YESUS MENGENAL DOSA?

Pertanyaan

Menurut orang-orang yang tidak seiman dengan kita, Yesus itu mengenal dosa. Mengapa? Sebab bukankah Ia mengajarkan doa Bapa Kami kepada para murid-Nya, dan di dalam doa itu ada permohonan ini, "Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami" (Mat 6:12).

Tanggapan kita

Sepintas lalu pertanyaan ini memang sulit sekali dijawab. Namun sebenarnya tidak demikian. Yesus tidak mengenal dosa apa pun (Ibr 4:15; 2Kor 5:21). Doa Bapa Kami tidak menunjukkan bahwa Yesus juga berdosa. Adapun alasannya ada dua:

  1. Doa Bapa kami diajarkan Yesus ketika Ia sedang mengajar para murid-Nya bagaimana mereka harus berdoa. Yesus berkata, "Dan apabila kamu berdoa..." (Mat 6:5); "Tetapi jika engkau berdoa..." (Mat 6:6); "Karena itu berdoalah demikian..." (Mat 6:9) secara harfiah bunyinya: "Oleh karena itu kamu berdoalah demikian..." Jadi, jelas Yesus sendiri tidak termasuk dalam isi doa itu. Ia tidak berkata, "Oleh karena itu marilah kita berdoa demikian..." Dari sebab itu doa Bapa Kami tidak bisa dikenakan pada Yesus Kristus begitu saja, sehingga bisa dipakai sebagai petunjuk atau bukti bahwa Dia pun mengenal dosa dan perlu minta ampun atas dosa-dosa-Nya. Tidak! Dalam Perjanjian Baru jelas sekali Yesus itu diwartakan sebagai manusia yang tidak memiliki dosa apa pun.
  2. Dalam pembicaraan-Nya dengan para pendengar-Nya, Yesus tidak pernah menyebut Allah itu sebagai "Bapa kita" seakan-akan Allah di surga itu Allah bersama yang dimiliki secara bersama oleh Dia dan oleh murid-murid-Nya. Yesus selalu membedakan dengan tegas Bapa-Nya dari Bapa manusia. Di satu sisi, Yesus sering berbicara tentang Bapa-Nya sebagai "Bapa-Ku." Misalnya, dalam Mat 10:32 berkata, "Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di surga"; (bdk. 7:21; Luk 10:22; Yoh 2:16). Di sisi lain Yesus selalu memakai istilah "Bapamu" kalau berbicara tentang Allah kepada pada pendengar-Nya. Misalnya kepada para pendengar-Nya Yesus berkata, "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga" (Mat 5:16; bdk. Mat 5:45.48; 6:8; Mrk 11:25; Luk 6:36; Yoh 20:17). Mengapa Yesus membedakan "Bapa-Ku" dari "Bapamu"? Sebab hanya Dia sajalah yang adalah Anak Allah dalam arti sepenuhnya. Ia adalah Anak Allah karena kodrat-Nya memang Allah sejak kekal. Sedangkan manusia hanyalah anak-anak Allah sejauh mereka telah diangkat atau diadopsi menjadi anak Allah (1Yoh 3:1; 2Ptr 1:4). Kita hanya mengambil bagian dalam keallahan Kristus. Begitu kita terpisah dari-Nya, kita ini bukan apa-apa lagi.   

MENGAPA SALIB KATOLIK MEMAKAI CORPUS?

Kritikan terhadap salib katolik 

Aneh, orang katolik suka memasang salib di mana-mana, di kamar-kamar dll. Bentuk salibnya pun beraneka-ragam, bahkan ada puluhan bentuk salib. Aneh, orang katolik sering sekali membuat tanda salib. Aneh, bahwa salib katolik mempunyai corpus, yakni tubuh Yesus Kristus. Bukankah Kristus sudah mulia di surga; mengapa Dia masih "disalibkan" pada salib katolik?

Tanggapan kita 

Penebusan manusia terjadi dalam misteri Yesus Kristus. Misteri itu meliputi seluruh kehidupan Yesus dari Nazaret. Dia itu Putera Allah yang menjelma menjadi manusia di dunia ini, berkarya serta bersabda kepada manusia, mengalami sengsara, wafat, tetapi kemudian bangkit kembali dan naik ke surga untuk mengutus Roh Kudus kepada kita. Oleh karena itu sebagai pengikut Yesus Kristus kita harus menghargai seluruh hidup-Nya, terutama wafat dan kebangkitan-Nya. Tetapi semua tahapan dalam hidup Yesus perlu kita renungkan dan kita hargai, sebab semua tahapan itu, mulai dari Natal sampai turunnya Roh Kudus (Pantekosta) merupakan satu kesatuan, satu karya keselamatan yang dikerjakan Allah melalui Yesus Kristus. Jangan kita mengabaikan sesuatu dalam hidup Yesus itu, apalagi wafat dan kebangkitan-Nya. Begitu penting makna salib Yesus dalam misteri penebusan kita, sehingga Paulus bisa berkata: "Aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus" (Gal 6:14), meskipun ayat ini tidak mengucil kemungkinan bahwa Paulus boleh bermegah juga dalam kebangkitan-Nya! Lagi, "Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan" (1Kor 2:2), meskipun ayat ini tidak mengabaikan segi lain dari Yesus Kristus, yakni sebagai Dia yang telah dibangkitkan. Ayat-ayat itu hanya mau mengingatkan umat Paulus yang cenderung melupakan kesengsaraan Yesus dan alergi terhadap salib/penderitaan. Mereka suka berdalih bahwa Yesus Kristus sudah bangkit. Ya, Ia memang sudah bangkit, tetapi karya penebusan manusia tetap terlaksana berkat seluruh kehidupan manusiawi-Nya, lebih-lebih berkat wafat-Nya di salib (Rm 5:10; Ef 2:16; Kol 1:20 dll), dan juga berkat kebangkitan-Nya. Memang Yesus sudah bangkit dan mulia di surga, tetapi di surga Dia itu tetap Anak Domba yang mempunyai ciri "seperti telah disembelih" (Why 5:6). Mengingat ini semua, kelirulah jika orang melupakan kenangan akan sengsara dan salib Tuhan.

Orang yang mengatakan, "Kan Yesus Kristus sudah bangkit, mengapa kok masih dibiarkan di atas kayu salib, kasihan Dia kan," adalah orang yang picik. Itu sama saja dengan mengatakan, "Lho, kok orang kristen merayakan Natal. Kan Yesus sudah naik ke surga?" Atau, "Lho, kok Yesus digambarkan sedang mengajar banyak orang, kan Dia sudah di surga?" Bagi orang katolik, perayaan Natal, Paskah dan sebagainya merupakan kenangan yang menghadirkan kembali misteri Yesus Kristus yang menyelamatkan kita. Setiap kali kita merayakan Ekaristi (=Misa kudus), misalnya, berarti kita mewartakan dan menghadirkan kembali wafat Yesus Kristus terus menerus sampai Ia datang lagi (1Kor 11:26), meskipun Yesus sudah bangkit. Gambar Yesus yang sedang mengajar, mempergandakan roti dan ikan dsb hanyalah alat untuk mengingatkan kita pada segala tindakan dan sabda Yesus yang menyelamatkan!

Ada juga orang yang mengatakan, "Memang salib itu penting dalam ajaran Paulus. Tetapi yang dimaksud di situ adalah misteri kematian Yesus di salib, bukan dua potong kayu yang disatukan dan diberi patung Yesus tersalib. Ya, memang benar. Tetapi orang katolik pun tidak bermaksud menghormati dua potong kayu yang disatukan dengan patung Yesus (corpus) di atasnya. Yang dihormati adalah Yesus yang telah wafat di salib. Sedangkan salib yang dipasang di tembok atau di atas kayu hanyalah alat untuk mengingatkan kita pada Yesus yang menderita itu!